Sunday, February 26, 2017

NHW #5 : LEARNING HOW TO LEARN


Belajar bagaimana caranya belajar, weees dalam banget yah ini judulnya. Memasuki pekan ke-5 kelas materikulasi, membuat saya mikir-mikir apaaa ya yang mau dikerjakan. Desain pembelajaran seperti apa ya yang diinginkan oleh saya?  

Menoleh lagi kebelakang, mengingat masa-masa yang telah berlalu. Saya termasuk generasi kurikulum CBSA, dimana "kehebatan" hanya diukur dari sisi akademis yang kognitif saja. Jadilah saya hanya melihat bidang-bidang ilmu itu sangat sempit. Sejak SD yang terlintas dalam pikiran saya hanya mengikuti alur prestasi akademis, dimana saya bagus dibidang matematika dan IPA (fisika, biologi, kimia). Sementara itu, saya sangat tidak suka dengan pelajaran bahasa, PKn, sejarah, seni dan olahraga. Setelah menginjak bangku SMA satu persatu bidang ilmu yang saya sukai itu tereliminasi sehingga menyisakan satu bidang ilmu saja, kimia. Karena hanya bidang ini yang sangat menarik untuk digeluti menurut saya. Di kuliah tentu saja saya mengambil jurusan kimia, disini kesukaan saya akan kimia mulai mengerucut. Saya hanya tertarik dengan kimia organik dan biokimia. Tamat kuliah cita-cita menjadi ilmuwan bergeser menjadi pendidik sehingga saya melamar kerja menjadi dosen disebuah STIKES di tanah kelahiran, waktu itu tamatan S1 masih bisa mengajar mahasiswa D3 karena belum diberlakukan syarat dosen minimal S2. Setahun jadi dosen ada gonjang ganjing pemberlakuan syarat S2 dan saya pun hijrah ke ibukota tetap dengan niat sebagai tenaga pendidik. Akhirnya keterima sebagai guru di salah satu sekolah internasional. Disisi terdalam hati saya ingin sebenarnya melanjutkan studi, tapi sisi lain mengatakan saya harus menikah. Di usia mendekati 25 tahun saya berumahtangga. Singkat cerita, selama 8 tahun menikah saya stay di rumah. Keinginan untuk melanjutkan studi dibidang kimia seakan pupus. Kadang timbul semangat untuk mencari beasiswa untuk S2, lantas mikir lagi. Kalau udah S2 emang mau ngapain lagi? Ah sudahlah. Saya berpikir bukan untuk cita-cita sesaat lagi sekarang. Namun sebuah proyek jangka panjang untuk saya dan anak-anak saya. Terbersitlah sebuah keinginan untuk mendalami bahasa arab yang InsyaAllah akan sangat bermanfaat untuk saya dan anak-anak. 

Yap, jadi curhat deh ya. Padahal niatnya tadi cuma mau bikin prolog saja. Baiklah, dari proses saya menuntut ilmu selama ini, saya dapat membuat kira-kira desain pembelajaran seperti apa yang sesuai untuk saya. Ada 5 tahapan secara garis besar, yaitu: 
1. Memilih ilmu yang diperlukan 
Ilmu itu kan banyaaaak dan luas yaa, jadi penting untuk memilih dan memilahnya. Mana ilmu yang perlu diketahui secara garis besar saja, mana ilmu yang mesti didalami lebih jauh. 
2. Tujuan mempelajari ilmu 
Nah ini erat kaitannya dengan niat, apa tujuan kita mempelajari ilmu tersebut? Untuk apa? Targetnya gimana? 
3. Metoda 
Ini merupakan cara mendapatkan ilmu. Apakah otodidak, belajar di kelas formal, membaca dari literatur atau buku atau belajar langsung ke pakarnya. 
4. Strategi 
Bagaimana teknik dapat menyerap ilmu sangat penting. Ini berkaitan dengan cara belajar. Belajar sekadar tau saja atau belajar untuk benar-benar paham? 
5. Evaluasi 
Disetiap proses pembelajaran menurut saya memerlukan evaluasi. Bisa dilakukan oleh diri sendiri atau pihak yang bertanggungjawab untuk itu. 

Saya merasa diusia sekarang belum banyak berkontribusi apa-apa bagi peradaban. Setidaknya dengan mengetahui apa yang bisa saya pelajari dan bisa saya tularkan kepada orang lain dengan cara saya sendiri itu awal dari sebuah "partisipasi".

Oke, mari kita tutup dengan sebuah kutipan yang manteeeb.
" Good is not enough anymore. We have to be different"

Salam Ibu Profesional



Sunday, February 19, 2017

NHW #4 : MENDIDIK DENGAN KEKUATAN FITRAH

Alhamdulillah, sampai pada pekan ke-4 kelas matriks. Pada nhw kali ini saya menemukan sebuah kesimpulan. Bahwa dari nhw-nhw sebelumnya ada sebuah benang merah. Sebuah proses yang memiliki kolerasi, membutuhkan komitmen agar dapat berjalan secara kontinu. 

Mereview nhw sebelumnya, pada nhw #1 saya telah menetapkan Bahasa Arab sebagai ilmu yang akan saya tekuni dalam universitas kehidupan ini. Dan sampai sekarang pun masih tetap dengan pilihan itu. 

Pada nhw #2 dan #3, telah dibuat beberapa indikator untuk dapat memantaskan diri sebagai Ibu kebanggaan keluarga, disini saya masih belum konsisten.Terasa banyak sekali kendala, terutama kendala dalam diri saya sendiri yang kurang komitmen. Ditambah dengan kondisi keluarga kami yang kurang kondusif saat ini karena pekerjaan Abinya anak-anak yang juga menyita waktu dan tenaga saya. Bagian ini menjadi PR besar bagi keluarga kami. Sepertinya visi dan misi keluarga kami belum lagi duduk. Masih berjalan seperti air mengalir. Sungguh, ingin segera bermuara pada satu titik dimana kami bisa menetapkan ingin menjadi seperti apa kelurga kami. Hmm..sebetulnya kami sadar-sesadarnya bahwa kondisi ekonomi yang tidak stabil tidak membuat kami menunda-nunda proyek besar ini. Tapi energi dan fokus kami sudah habis tercurah disini. Menjalankan komitmen dan berlogika waras itu adalah perjuangan bagi kami. 

Terlepas dari semua kekurangan dan perjuangan saya saat ini. Saya tetap optimis, kalau saya adalah individu yang "very limited edition". Bahwa keberadaan saya satu-satunya di dunia ini. Saya juga sama seperti orang lain, bahwa kita memiliki peran spesifik yang harus kita jalankan sebagai wali Allah di muka bumi. Kalaulah tidak akan bisa menjadi jalan besar maka saya akan mengambil peran saya menjadi jalan setapak, intinya tetap sama, bermanfaat bagi orang.

Saya akan mempelajari dengan sungguh-sungguh ilmu yang sudah saya pilih, sehingga dengan ilmu tersebut saya bisa berbagi kepada orang lain terkhusus pada anak-anak saya. Saya bercita-cita 2 atau 3 tahun kedepan saya bisa membuat sebuah metoda pengajaran bahasa arab yang mudah dicerna oleh anak-anak usia 5-12 tahun. Saya berpendapat kalau bahasa arab itu harus menjadi bagian yang mesti dikuasi sebagai seorang muslim. Bukan hanya untuk kalangan santri saja. Sejauh ini saya melihat bahasa arab masih menjadi golongan "bahasa aristokrat" dengan kata lain hanya golongan tertentu saja yang mempelajari bahasa ini. Mungkin hal ini disebabkan karena kurangnya sumber ilmu atau pemahaman tentang urgensi mempelajari bahasa tersebut. 

Saya sadar, dengan usia yang menjelang 33 tahun ini kalau kata orang minang "umua manenggang", usia yang tidak muda tapi juga belum bisa dibilang tua. Hehee. Saya baru memulai KM 0 milestone perjalanan misi saya. Untuk speed kedepannya saya belum bisa mentarget ilmu-ilmu apa saja yang harus saya kuasai. Karena sampai saat ini saya masih berjibaku dengan ilmu yang sangat dasar (nahwu dan shorof tingkat awam). Meskipun begitu, tetap semangat dan konsisten. 

Lets do it. Do it.
HAMASAH!!!



Sunday, February 12, 2017

NHW #3 : MEMBANGUN PERADABAN DARI DALAM RUMAH



Pekan ketiga kelas Matrikulasi dengan tema semakin menggigit, semakin membuat saya bertafakur. Menemukan misi spesifik kita diciptakan Allah di muka bumi, menemukan potensi unggul kita sehingga apa yang bisa kita berikan untuk peradaban ini. Menemukan jati diri lagi, mungkin begitu. Hmm, semua ini tidak terlepas dari peran yang sedang kita jalani, sebagai istri dan juga ibu. 

Sebagai istri, kenapa kita bisa berada pada tahap ini?, kenapa kita bisa menikah dengan seorang laki-laki yang sudah menjadi suami kita sekarang? Yaaah, jatuh cinta lah anda sekali lagi. Buatlah surat cinta pada pasangan anda. Utarakan semua perasaan anda sehingga membuat anda tidak salah memilih dia sebagai pasangan anda. Begitu instruksi dari fasilitator kami.

Saya dan suami menikah sudah 8 tahun. Tentu saja telah mengalami banyak suka dan duka. Berbagi bahagia, berbagi sedih, bahkan berbagi rahasia, berbagai apa saja. Ada juga pasang surut dalam berumahtangga, baik itu iman, roda ekonomi bahkan perasaan masing-masing kita . Demikian inti surat singkat yang saya berikan kepada suami. Saya beritakan diawal kalimat bahwa saya menyukainya dengan alasan yang sederhana. Dan saya tutup dengan mengatakan, "Terima kasih sudah memilih La. Uhibbuka Fillah". Dan heeey, apa yang terjadi setelah beliau membaca surat ini? Dia tersenyum dan langsung memeluk saya. Sementara yang dipeluk tak kuasa menahan tangis. Ada rasa plong dan ringan. Saya percaya sekali lagi, bahwa Allah mentakdirkan seseorang sesuai dengan kebutuhan kita, memilihkan yang terbaik untuk dunia kita, untuk akhirat kita. 



Terlahir menjadi seorang wanita, bisa menjadi istri dan ibu itu sungguh anugerah yang luar biasa. Alhamdulillah. Meski terkadang godaan untuk tidak bersyukur atas segala nikmat itu selalu ada. Ada titik dimana saya akan mengingat lagi betapa besar karunia Allah kepada saya. Melihat mereka, yaa. Mereka, dua putra saya. Duo mujahid saya yang tampan dan solih ( Insya Allah) , aamiin. Si sulung Dzaki, sudah 7 tahun. Cerdas seperti namanya. Sangat antusias terhadap dunia menggambar karakter dan menulis cerita. Bercita-cita bisa membuat komik dan film animasi. Suka bereksplorasi terhadap hal-hal disekitar atau mencoba kegiatan yang dibacanya lewat buku. Memiliki perasaan yang lembut. Dia juga bercita-cita mengahafal banyak ayat Al.quran, semoga kelak men jadi hafidz ya nak. Sementara si bungsu Gildan. Memiliki watak yang teguh, keras dengan apa yang diyakininya. Sekarang baru 3 tahun, tapi sudah terlihat jiwa pemberaninya. Suka dengan kegiatan rancang bangun seperti menyusun lego-lego menjadi sebuah kota. Menjadi ibu dua jagoan tentu saja membutuhkan energi yang luar biasa. Karena mereka yang kerap heboh dan aktif kesana kemari. Saling bertahan dengan pendirian masing-masing dengan ending akan menangis salah satunya. Menjaga kewarasan agar tetap berfikir dan bertindak yang layak adalah tantangan saya. Ya Rabb, jaga kewarasan saya. Mampukan saya mendidik mereka menjadi generasi akhir zaman yang solih dan bermanfaat. 

Melihat kedalam diri saya, kenapa saya terlahir dalam keadaan seperti sekarang ini? Saya yakin, saya adalah seorang yang kuat dan teguh dalam pendirian. Mampu bertahan dalam keadaan sulit sekalipun. Sangat mampu menyembunyikan suasana hati kepada orang lain, sehingga saya tetap terlihat akan baik-baik saja. Mudah berempati dan perhatian. Sangat menolak kedzaliman atau kerusakan disekitar, sehingga saya tidak segan-segan untuk memberi teguran kepada mereka yang melanggar norma sesuai kemampuan saya. 

In sya Allah, saya bangga menjadi diri saya dengan segala kelebihan dan kekurangan saya. Menjadi lebih berbahagia lagi, menjadi bermanfaat lebih banyak lagi. 

Fighting!!!

Friday, February 3, 2017

NHW #2: MENJADI IBU PROFESIONAL KEBANGGAAN KELUARGA

Materi kedua Matrikulasi ini lebih menampar lagi, "Menjadi Ibu Profesional Kebanggaan Keluarga". Seperti yang saya kutip dari materi, apa itu Ibu Profesional? 
Ibu profesioal adalah seorang perempuan yang 
a.Bangga akan profesinya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya 
b.Senantiasa memantaskan diri dengan berbagai ilmu, agar bisa bersungguh-sungguh mengelola keluarga dan mendidik anaknya dengan kualitas sangat baik. 

Sementara itu ada beberapa indikator keberhasilan yang mesti terpenuhi sehingga kita bisa menjadi Ibu kebanggaan keluarga. Adapun diantaranya adalah sebagai individu, sebagai istri dan sebagai ibu. 

Berikut indikator yang saya buat untuk diri sendiri: 
a. Sebagai individu 
* Mendisiplinkan solat-solat sunat yang sangat dianjurkan; 
- solat sunat rawatib : setiap waktu 
- solat dhuha : setiap hari 
- solat tahajud : minimal 2 kali sepekan 
* Menjalankan puasa sunah senin-kamis minimal 1 hari sepekan 
* Sedekah setiap hari 
* Tilawah Qur'an minimal 1/2 juz setiap hari 
* Menghafal quran 1 ayat 1 hari 
* Memperbanyak istighfar dan dzikir 
* Membaca hadits bukhori minimal 1 hadits dalam sepekan 
* Menambah wawasan tentang ilmu "Akhir Zaman" yaitu dengan membaca buku atau artikel dari situs terpercaya atau mendengar ceramah via online. 
* Membuat rangkuman dari artikel atau status yang beredar di medsos dari pakar parenting 
* Memperbaiki managemen waktu online dengan cara men-off kan paket data di jam-jam tertentu. 



b. Sebagai istri 
* Bersungguh-sungguh memenuhi hak suami 
* Melembutkan / merendahkan suara terutama dalam beragumentasi dengan suami 
* Mengurangi omelan terhadap perkara yang tidak terlalu krusial 

c. Sebagai ibu 
* Laa taghdob -- "Jangan Marah" 
Demikian yang dijawab bujang saya ketika ditanya, "Apa yang abang tidak suka dari ummi?". Cuma itu, yang lain gak ada. Ummi baik. Hiks. Speechless plus melow deh saya. Iniiiiiii poin pentingnya. Menahan amarah, meredam emosi dan bersabar terhadap perilaku anak. 
* Menjadwal ulang kegiatan harian anak-anak 
* Membuat target bulanan yang harus dicapai masing-masing anak.

Fhiiiuwwwh, sebenarnya indikator-indikator tersebut sudah sejak dulu ada. Hanya saja tidak terlaksana dengan baik. Dan sepertinya saya tersadar bahwa ilmu yang paling saya butuhkan itu adalah "ilmu komitmen dan kesungguhan". Berharap setelah ini bisa lebih baik lagi dalam memperbaiki diri.

Salam Ibu Profesional